pesan untuk guru matematika
Setiap pendidik tentunya menginginkan anak didiknya memahami/mengerti apa yang
diajarkan. Akan tetapi, khususnya dalam pengajaran matematika, sering muncul pertanyaan yang
mengelitik (mungkin sangat jarang diketahui oleh pendidik) apa yang kita maksud dengan
mengerti matematika? Beberapa indikator yang dibuat oleh pendidik sering gagal untuk
mendeskripsikan hasil belajar siswa sesungguhnya atau capaian yang dinginkan. Sebagai contoh,
seorang guru pada akhir mengajarkan suatu topik matematika atau pada akhir semester
senantiasa mengadakan tes untuk menguji pemahaman siswa tentang apa yang telah
diajarkannya. Hasil tes ini biasanya dinyatakan dalam bentuk angka atau huruf (dengan berbagai
macam skala) untuk menyatakan capaian hasil belajar. Akan tetapi, kenapa skor ini tidak
menunjukkan kemampuan siswa saat diuji dengan tes yang lain, misalnya Ujian Nasional (UN).
Kenapa angka 8 yang diperoleh siswa saat ujian yang diadakan oleh pendidiknya, siswa itu
hanya mampu mencapai skor dibawah 6 dalam UN. Padahal, materi ujian pada UN berisi
kemampuan dalam level standar kompetensi.
Menurut Michener (1978), seseorang dikatakan mengerti matematika (suatu topik
matematika) maka seseorang itu mengetahui tentang contoh-contoh dan heuristik dan bagaimana
mereka itu dihubungkan. Seseorang yang mengerti matematika, dia mempunyai perasaan intuitif
terhadap topik matematika tersebut, bagaimana fakta yang sering ditemui dalam kehidupan
sehari-hari sesuai dengan perhitungan yang dilakukannya, bagaimana topik matematika itu saling
bergantung dan bagaimana topik matematika itu berhubungan dengan teori yang lain.
Berhubungan dengan pemahaman tentang suatu topik (matematika), Polya (1962) juga
membuat suatu cacatan bahwa tubuh (struktur) pengetahuan yang terorganisir dan tersimpan
dengan baik merupakan suatu aset bagi seseroang untuk memecahkan masalah. Berdasarkan
catatan Polya ini, seharusnya siswa yang dianggap mengerti matematika mempunyai cara
berfikir yang terstruktur dan mempunyai kemampuan memecahkan masalah (sesuai dengan
tingkatannya).
Jika kita tinjau secara rinci tentang bagaimana ahli matematika menggunakan ilmu
pengetahun matematika baik yang dikerjakan maupun yang dijelaskannya, ilmu matematika
memuat beberapa jenis pengetahuan matematika, yaitu;
1. Kluster-kluster dari bagian-bagian informasi yang dibatasi secara jelas dan tegas, seperti
pernyataan suatu teorema, nama teoremanya, dan buktinya;
2. relasi-relasi item (teorema, dalil), seperti koneksi logika antara beberapa teorema.
Secara umum, matematika memuat tiga kategori utama, yaitu hasil, contoh, dan konsep. Hasil
memuat elemen deduktif matematika seperti teorema. Contoh memuat materi ilustrasi.
Sedangkan konsep memuat defenisi matematika dan istilah heuristik dan arahan berupa gagasan.
Hasil dapat diorganisir dengan relasi pendukung yang logis yang biasanya dinyatakan
dengan notasi A⇒ B yang diartikan dengan hasil A dapat digunakan untuk membuktikan hasil
B . Sebagai contoh (dalam teori ketungalan faktorisasi), sebelum orang membuktikan bahwa
setiap bilangan bulat dapat difaktorkan dengan cara tunggal, orang harus memahami hasil-hasil
yang terdapat pada algoritma Euclid dan faktor persekutuan terbesar. Kumpulan contoh juga
dapat diorganisir oleh relasi penurunan konstruksional dimana contoh A dapat digunakan untuk
menkontstruksi contoh B . Kategori konsep memuat gagasan formal dan gagasan nonformal.
Konsep juga dapat diorganisir dengan pembenaran pedagogik yaitu konsep A harus diketahui
lebih dahulu sebelum konsep B yang mana urutan ini sering disebut relasi urutan paedagogik.
Misalnya dalam mengkaji sifat-sifat aritmatika bilangan bulat, kita perlu memahami terlebih
dahulu tentang pembagian sebelum mengkaji bilangan prima dan setelah itu kita dapat mengkaji
faktorisasi bilangan prima.
Mengerti matematika merupakan suatu proses aktif, untuk mengerti suatu teori kita harus
mengeksplorasi dan memanipulasinya pada berbagai level, dari berbagai sudut pandang. Kita
memperoleh pemahaman tentang suatu aturan (prosedur), teorema, dalil, teori melalui
pengujian-pengujian menggunakan contoh yang relevan baik secara analitik maupun numerik.
Mengubah beberapa prasyarat dari teorema, dalil, teori dan mengujinya lagi dengan beberpa
contoh apakah teorema, dalil, teori itu masih berlaku atau tidak, kemudian menggunakan modus
ponen pengujian dilanjutkan untuk generalisasi. Kadangkala kita harus melacak teorema,
dalil,teori itu terhadap topograpinya.
Olehkarenanya, mengerti matematika sering dianggap sebagai proses komplemen
terhadap pemacahan masalah. Dalam banyak hal dan banyak cara, pemahaman ini lebih sulit
untuk dideskripsikan dari pada pemecahan masalah. Polya telah membuat catatan tentang
memahami “aturan”, yaitu;
1. Mekanik, jika seseorang dapat mengingat aturan itu dan dapat menggunakannya dengan
benar.
2. Induktif, jika seseorang dapat mencoba/mengujinya dengan kasus sederhana dan yakin
bahwa aturan itu benar untuk kasus ini.
3. Rasional, jika seseorang dapat menangkap gambaran dari demonstrasi aturan itu dan
menerima kebenarannya.
4. Intuitif, jika seseorang yakin dengan kebenaran aturan itu mengalahkan keraguannya.
Perjalanan ilmu matematika bergerak dari aktifitas sosial (kasus riil) ke generalisasi
(abstrak). Perjalanan sejarah matematika menunjukkan fakta ini. Perhitungan untuk panjang,
lebar, luas, dan volume berkembang untuk kurvatur suatu kurva; bentuk yang dihitung hanya
sampai dimensi 3 digeneralisasi ke dalam dimensi n ; perhitungan untuk bentuk diskrit
digeneralisai menjadi perhitungan kontinu. Fenomena ini mengatakan kepada kita bahwa aspek
pemahaman matematika akan berkaitan dengan kemampuan menggeneralisasi.
Dalam kontek generalisai ini, Harel dan Tall (1989) membedahkannya menjadi tiga (ketiga
jenis ini bergantung pada konstruksi mental individu), yaitu generalisasi ekspansif, generalisasi
rekonstruktif dan generalisasi disjungtif. Generalisasi ekspansif terjadi apabila seseorang mampu
mengembangkan jangkauan keterpakaian skema yang sudah ada tanpa mengkonstruksinya.
Generalisai rekonstruktif terjadi jika seseorang dapat mengkonstruksi skema yang sudah ada
dengan tujuan untuk memperluas jangkauan penggunaan skema tersebut. Sedangkan generalisasi
disjungtif terjadi jika seseorang mampu mengkonstruksi skema yang baru dan yang tidak
bergantung pada skema lama dimana skema baru ini dapat digunakan untuk kontek yang baru
pula sehingga skema baru ini merupakan pengayaan.
Mengerti matematika juga dapat dipandang dari sudut kecakapan seseorang menggunakan
matematika baik sebagai alat maupun sebagai gagasan, strategi/teknik masalah-masalah yang
berhubungan dengan matematika. Adapaun kecakapan ini meliputi
1. Pemahaman konsep, yaitu pendalaman tentang konsep, menggunakan konsep dan
menghubungkannya dengan konsep lainnya.
2. Pemahaman prosedur, yaitu keterampilan menggunakan prosedur secara fleksibel,
akurat, efesien, dan tepat.
3. Kompetensi strategis, yaitu kemampuan memformulasikan, merepresentasikan dan
menyelesaikan masalah matematika.
4. Penalaran adaptif, yaitu memiliki kapasitas untuk berfikir nalar, refleksif,
menjelaskan, dan jastifikasi.
5. Disposisi produktif, yaitu suatu sikap atau kecendrungan diri melihat matematika
sebagai sesuatu yang bermanfaat, penting diperkuat dengan suatu keyakinan dalam
intelegensi dan efikasi yang dimilikinya.
sumber:Darmawijoyo1
Comments
Post a Comment